Pada tanggal 22–23 November 2025, saya mendapatkan kesempatan berharga untuk menjadi narasumber dalam kegiatan Workshop Koding dan Kecerdasan Artifisial untuk PAUD yang diselenggarakan oleh SEPAJO (Sekolah Penggerak Kabupaten Jombang). Kegiatan ini berlangsung selama dua hari penuh, mulai pukul 08.00 hingga 15.00 WIB, diikuti oleh lebih dari 100 guru TK Sekolah Penggerak dari berbagai wilayah di Kabupaten Jombang. Bagi saya, pengalaman ini bukan sekadar berbagi pengetahuan, tetapi juga menjadi ruang refleksi sekaligus inspirasi untuk terus berkontribusi dalam pengembangan pendidikan anak usia dini di Indonesia.
Workshop ini dirancang untuk menjawab kebutuhan baru dunia pendidikan: bagaimana mempersiapkan guru PAUD agar mampu mengenalkan konsep koding dan kecerdasan artifisial (AI) secara sederhana, menyenangkan, dan sesuai dengan tahap perkembangan anak. Perkembangan teknologi yang begitu cepat membuat literasi digital tidak lagi menjadi keterampilan tambahan, tetapi kebutuhan dasar. Karena itu, guru PAUD perlu memiliki bekal pemahaman yang cukup agar dapat mengintegrasikan teknologi dengan cara yang bijak, kreatif, dan tetap mengutamakan esensi pendidikan anak usia dini.
Di hari pertama, suasana workshop terasa sangat hangat dan penuh antusiasme. Para guru datang dengan keinginan belajar yang tinggi, membawa rasa penasaran tentang bagaimana koding bisa diterapkan dalam pembelajaran anak usia 3–6 tahun. Banyak yang sebelumnya mengira bahwa koding hanya bisa diajarkan kepada anak yang lebih besar. Namun melalui sesi pembukaan, saya mengajak para peserta untuk melihat bahwa koding bukan hanya tentang komputer atau bahasa pemrograman, tetapi tentang melatih logika, urutan, sebab-akibat, dan pemecahan masalah—kemampuan yang sebenarnya sudah mulai tumbuh sejak usia dini.
Pada sesi teori, saya menjelaskan fondasi koding dalam konteks PAUD: sequencing, pattern, looping, dan debugging dalam bentuk yang sangat konkret dan sederhana. Kami membahas bagaimana konsep tersebut sebenarnya sudah ada dalam permainan tradisional, aktivitas fisik, hingga rutinitas harian anak. Pendekatan ini membuat para guru lebih memahami bahwa koding dapat hadir secara kontekstual tanpa membuat pembelajaran terkesan berat. Beberapa guru tampak langsung mengaitkan konsep ini dengan kegiatan di kelas mereka, mulai dari bermain balok, menata benda berdasarkan pola, hingga menyusun cerita berurutan.
Sesi berikutnya adalah praktik langsung menggunakan media pembelajaran koding berbasis blok dan aktivitas unplugged. Di sinilah antusiasme peserta benar-benar memuncak. Saya membimbing peserta mencoba contoh aktivitas yang bisa dibawa ke kelas, seperti permainan “Robot dan Instruksi”, menyusun rute sederhana di lantai kelas, hingga mencoba aplikasi koding sederhana yang ramah anak. Banyak guru tertawa ketika menyadari bahwa mereka pun melakukan “debugging” saat salah memberikan instruksi. Momen-momen kecil ini menjadi titik penting bahwa belajar koding bisa sangat menyenangkan.
Di hari kedua, kami mulai masuk pada topik yang lebih menantang namun tak kalah menarik, yaitu pengantar kecerdasan artifisial (AI) untuk PAUD. Saya menekankan bahwa tujuan mengenalkan AI kepada anak bukan untuk membuat mereka ahli teknologi sejak dini, melainkan agar mereka memahami bagaimana teknologi bekerja di sekitar mereka, serta bagaimana menggunakannya dengan aman dan etis. Kita hidup di era di mana anak-anak sudah berinteraksi dengan AI secara langsung, mulai dari rekomendasi video, speaker pintar, hingga kamera ponsel. Karena itu, guru perlu menjadi fasilitator yang cerdas agar interaksi tersebut tetap sehat dan edukatif.
Saya berbagi beberapa contoh aktivitas AI yang bisa diterapkan di kelas, seperti permainan identifikasi gambar, aktivitas klasifikasi sederhana, hingga penggunaan aplikasi edukatif yang memanfaatkan AI untuk mendukung pembelajaran literasi dan numerasi. Kami juga berdiskusi panjang tentang etika penggunaan teknologi, privasi data, dan bagaimana guru dapat memandu anak untuk menggunakan teknologi dengan bijak. Diskusi ini menjadi salah satu bagian favorit saya karena banyak peserta yang aktif bertanya, berbagi kasus, dan mengekspresikan keinginan mereka untuk mempersiapkan peserta didik mereka menghadapi masa depan.
Salah satu hal yang paling berkesan bagi saya adalah semangat para guru TK di Jombang yang hadir pada kegiatan ini. Mereka begitu terbuka terhadap perubahan, tidak takut mencoba hal baru, dan sangat ingin memberikan pengalaman belajar terbaik untuk anak-anak. Banyak peserta berkata bahwa workshop ini membuka wawasan mereka tentang bagaimana memanfaatkan teknologi bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang.
Kegiatan ditutup dengan sesi refleksi dan penyusunan rencana tindak lanjut. Para guru diminta merancang minimal satu aktivitas koding atau AI yang akan mereka terapkan di kelas masing-masing. Beragam ide kreatif muncul, mulai dari membuat jalur rute menggunakan lakban warna, permainan tebak gambar berbasis klasifikasi, hingga membuat proyek kecil bersama anak yang melibatkan urutan langkah. Melihat semangat dan kreativitas mereka, saya merasa sangat optimis bahwa pendidikan PAUD di Jombang sedang bergerak ke arah yang sangat baik.
Menjadi narasumber dalam workshop ini memberi saya keyakinan bahwa transformasi pendidikan dimulai dari guru yang mau terus belajar dan berkembang. Saya merasa terhormat bisa menjadi bagian dari perjalanan ini bersama para pendidik hebat di Jombang. Semoga langkah kecil ini menjadi inspirasi untuk semakin banyak sekolah dan guru PAUD di Indonesia agar berani mengenalkan koding dan AI secara tepat, menyenangkan, dan bermakna bagi anak-anak.

.jpeg)

No comments:
Post a Comment